Pages

Saturday, March 17, 2012

Setelah leburnya Tembok Zulkarnain



Mereka datang berduyun-duyun setelah hancurnya tembok itu seperti yang dijanjikan. Tamaddun Islam lenyap di tangan mereka.

Mereka berasal dari kaum Turk disebelah utara Asia Tengah. Berpecah menjadi dua golongan besar. Kaum Khazar mendominasi kawasan menghala ke barat manakala Monggol menguasai kawasan menghala ke timur.

Keduanya bangsa ganas beragama pagan. Mereka bergilir-gilir merosakkan buka bumi dan saling berperang sesama mereka. Bercampur gaul sesama mereka dan melahirkan berbagai suku baru termasuklah kaum Eropah sekarang dan China moden.

Salah satu pasukan tentera Monggol pimpinan Hulagu Khan telah merentas kawasan gunung, laluan diantara dua bukit yang sempit. Di sinilah dikatakan terbinanya tembok Zulkarnain. Ini menunjukkan tembok tersebut telah pun termusnah sebelum serangan dilakukan terhadap empayar Islam (Arab) tersebut.

Masihkah menanti keluarnya Yakjuj dan Makjuj?  Sukar dipercayai jika dikatakan Yakjuj dan Makjuj sedang hidup bersama kita sekarang ini. Nantikan pembongkaran selanjutnya. Sebelum itu lebih baik kita mengetahui sejarah bagaimana runtuhnya peradaban Arab/Islam yang dikatakan hebat sekitar 800 tahun lalu.

Runtuhnya Sebuah Peradaban – Serangan Monggol

Oleh: Thoriq Ahmad


Ratusan ribu mayat tanpa kepala berselerakan memenuhi jalan-jalan, longkang – longkang dan padang – padang. Disekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah bertukar menjadi penempatan kosong tak berpenghuni. Asap berkepul keluar dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentera dari serendah – rendah pangkat hingga ke yang paling tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian mengkelaskan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan dakwat ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan, hospital, masjid, madrasah, tempat mandi awam dan rumah para bangsawan, kedai dan restoran – semuanya dihancurkan.

Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekelip mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang rampasan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo tongkol emas dan wang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam gerabak dan kereta yang sangat panjang. Penyair Sa’idi (1184 – 1291) pernah menyaksikan peristiwa serupa sebelumnya, datuk di kota Shiraz. Dia berhasil menyelamatkan diri dan merakamkan peristiwa yang dia saksikan dalam sajaknya:

Maka langit pun mencurahkan

Hujan lebat darah ke atas bumi

Dan kebinasaan menyapu bersih

Kerajaan al-Mu’tasim, khalifah orang mukmin

Ya Muhammad ! Apabila hari pengadilan datang

Angkutlah kepala tuan dan lihat

Kesengsaraan umatmu ini !

Saksi lain menulis para pemuisi dan penyanyi dipanggil agar bernyanyi dengan riang gembira, sementara bangsawan-bangsawan kota diperintahkan merawat kuda-kuda mereka. Kitab salinan al-Qur’an yang tidak ternilai harganya dilempar dan diinjak-injak. Juwa1yni , seorang sejarawan abad ke-13, yang berhasil melarikan diri dari Bukhara ketika kota itu diserang beberapa tahun sebelumnya, melihat bagaimana kota kelahiran Imam Bukhari ahli hadis yang masyhur itu diratakan sama tinggi dengan tanah. Tulis Juwayni: “Mereka datang, merosak, menghancurkan, membunuh, memperkosa wanita muda dan tua, merampas harta, dan akhirnya pergi dengan tenang dan puas hati.”

Demikian gambaran sekilas kebengisan dan kekejaman yang dilakukan tentera Monggol di lebih separuh daratan Asia dan Eropah Timur sejak awal hingga pertengahan abad ke-13 M. Baghdad, Ibukota Abbasiyah, mendapat giliran agak akhir, pada bulan Februari 1258 M. Serbuan kali ini dirancang dari Transoxania di Asia Tengah dan dipimpin salah seorang cucu Jengis Khan yang tidak kurang bengis dari datuknya. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Monggol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir ( 1231 M) dan ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (1229). Menurut mereka, tokoh- tokoh muslim terkemuka, amir, panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengerikan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, kerana khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.

Timbul pertanyaan: jenis manusia dan bangsa apakah orang-orang Monggol pada abad ke-13 itu? Mengapa mereka tiba-tiba muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan dunia yang penuh peradaban dan dapat menaklukkan wilayah yang sangat luas. Dari hujung timur Korea, negeri China sampai hujung barat Poland, dari batas utara Rusia hingga batas selatan teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam waktu kurang lebih 40 tahun ?


Siapa Monggol?

Kata bijak pandai, pemimpin adalah cermin kepada bangsanya. Untuk mengenal siapa bangsa Monggol, lebih mudah jika kita melihat kepada ketua bangsa itu sendiri. Tokoh utama bangsa Monggol pada abad ke-13 M adalah Jengis Khan serta anak cucunya yang juga perkasa seperti Ogotai, Batu, Hulagu dan Kublai Khan.

Jengis telah berhasil mempimpin bangsa Monggol menakluki daratan Asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang ditaklukkinya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa nama bangsa Monggol menjadi bangsa yang hebat, berani dan nekad. Namanya ketika kecil adalah Temujin. Ayahnya Yasugei, adalah seorang Khan (raja) yang mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah satu suku utama Monggol – Turk yang paling berapi dan gagah perkasa. Sebagai Khan kecil, Yasugei tunduk kepada Khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Ketika Temujin berusia 13 tahun terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin.

Ayahnya mati terbunuh disebabkan panah beracun Dario, salah seorang lawan politiknya. Karena masih muda, Temujin tidak diakui sebagai penggantinya. Malahan keselamatan dirinya serta ibu dan adik-adiknya terancam. Keluarga Yasugei melarikan diri dan mendapat perlindungan daripada salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berkahwin dengan salah seorang puteri keluarga terkemuka suku itu, iaitu Bortai. Bortai mendampingi Temujin hingga ke akhir hayat dan setia mengikuti suaminya ke kawasan – kawasan peperangan.

Bakat Temujin sebagai pemimpin mulai kelihatan seawal usia 20 tahun. Segala selok beluk belok ilmu perang dipelajarinya, dengan ketangkasan menunggang kuda dan mahir pula dalam penggunaan segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para pengikut ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin yang keras. Pada waktu yang tepat diapun menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali kedudukannya sebagai Khan suku Borjigin.

Tidak berapa lama setelah itu dia berhasil pula menyatukan suku-suku Monggol dan Turk yang terpencar di wilayah luas antara sungai Dzungaria dan Irtish. Pada tahun 1202 huraltai, majlis besar suku-suku Monggol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai khan seluruh orang Monggol dengan gelaran Jengis Khan. Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab disebut Sayyid al-Mutlaq.

Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar.

Pengangkatannya sebagai khan besar seluruh orang Monggol semakin memperkuat keyakinan dirinya dan keyakinan bahwa pasukan tenteranya sangat kuat. Inilah yang mendorong Jengis mulai berpikir bagaimana menaklukkan negeri-negeri disekitarnya yang wilayahnya sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khawarizmi di Asia tengah, Persia, India, India utara serta Eropah Timur.

Jengis mulai melatih pasukan tenteranya dengan lebih keras lagi, dia merekrut sebanyak-banyaknya orang Monggol dari berbagai suku dan menjadikan mereka kekuatan militan yang besar. Tenteranya dilatih dengan disiplin yang keras. Teknik-teknik dasyat dan kekejaman yang canggih juga diajarkan kepada mereka. Percubaan pertama untuk menguji keunggulan tenteranya ialah dengan menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasan penyerbuan cukup kuat:

Bangsa Kin sering menyerang Monggol (Tartar) karena menganggap mereka bangsa biadab. Dalam serangan itu sudah banyak pemimpin Monggol dibunuh dengan cara yang kejam. Lebih ratusan tahun orang Monggol menyimpan dendam terhadap bangsa Kin. Dalam serbuan yang dipimpin Temujin tentera Monggol dengan mudah sekali dapat menundukkan Cina Utara. Penduduk dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, golongan yang pekerja, sasterawan, guru, ahli bahasa, agamawan, doktor, ahli sejarah, dan pakar strategi perang. Mereka sangat penting untuk melatih dan mendidik orang Monggol sehingga menjadi bangsa yang beradab.

Sebagai tokoh besar lain, Jengis Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadian dan arah cita-citanya. Idolanya ialah tokoh utama sebuah cerita rakyat Monggol yang popular bernama Kutula Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh besar. Suaranya bagaikan bunyi guruh dan petir yang menyambar puncak gunung. Tangannya yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat mematahkan anak panah. Walau udara dingin pada musim gugur dia dapat tidur dengan nyenyak berhampiran api pendiang tanpa memakai baju. Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia pedulikan, seolah-oleh gigitan nyamuk saja. Dalam sehari ia makan seekor kambing dan satu kantung besar susu.

Kepada seorang jeneralnya Jengis bertanya pernah bertanya:” Apakah kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu?” Jeneralnya menjawab: “Beburu dimusim luruh dengan menunggang seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, menyaksikan kaum kerabat mereka meratap dan menjerit- jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk isteri dan anak-anak gadis mereka serta memperkosa mereka.”

Ogatai, salah seorang putranya, mempraktikkan betul-betul apa yang dikatakan ayahnya. Apabila Ogatai dan tenteranya berhasil menduduki kota, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian beberapa gadis paling cantik dipilihnya untuk dirinya. Yang agak cantik untuk jenderal-jenderalnya dan selebihnya untuk perajurit- perajurit yang lebih rendah pangkatnya.

Amir Khusraw, penyair Persia abad ke-13 yang melarikan diri dan tinggal di India, memberi gambaran seperti berikut tentang orang-orang Monggol itu: “Mereka menunggang unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara, tatapan muka garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai anting-anting, kulit kasar penuh kutu dan baunya amat busuk.” Penulis lain mengatakan "bahwa mereka seperti keturunan anjing saja, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahawa tuhan mencipta mereka dari api neraka.” Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentera kerajaan Khawarizmi tidak terlawan mengahadapi keganasan dan kebengisan mereka.

Juwayni sejarawan abad ke-13 menulis dalam bukunya Tarikh-I-Jehan Gusan: “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.”



Bermulanya Peperangan dengan Negeri – Negeri Islam



Awal permusuhan dan peperangan dengan negeri – negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Pada suatu hari tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Monggol dan menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang Monggol menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Barangan dagangan mereka turut dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Monggol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis sangat marah dan merancang menyerbu kerajaan Khawarizmi dan negeri lain di Asia tengah. Penyerbuan itu baru terlaksana pada tahun 1219, hanya selisih tiga tahun setelah tentera Monggol menaklukkan seluruh wilayah Cina.

Pada tahun 1227 Jengis Khan meninggal dunia, sebelum seluruh wilayah Khawarizmi dan Asia tengah, termasuk Afghanistan dan India utara, berhasil ditakluknya. Dia digantikan puteranya Ogatai (1229 – 1241). Dibawah pimpinannya semakin banyak wilayah jajahan Monggol. Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia. Sebagian besar orang Monggol telah memeluk agama Budha, namun beberapa bangsawan dan isteri mereka ada yang memeluk agama Kristian. Pengganti Ogotai ialah Kuyuk (1246 – 1249) dan Kuyuk digantikan oleh Mangu (1251-1264), putra sulung Tulul dan Tulul ialah adik bungsu Ogotai. Pada masa kepemimpinan Mangu inilah terjadi konflik dalam keluarga Jengis Khan.

Entah apa sebabnya pada suatu hari Mangu menuduh Ogul Ghaimi, bekas permaisuri Ogatai yang beragama Kristian, bermaksud menggulingkan kekuasaannya dan menghasut orang Monggol yang beragama Budha melakukan kekacauan. Ogul Ghaimi dihukum mati dan hampir semua keturunan Ogotai dibunuh. Keputusan tersebut disokong oleh Kubilai Khan, yang telah menjadi kaisar Cina, dan Hulagu. Cucu Ogotai, Kaidu yang menjadi panglima di Subutai, tidak berjaya melaksanakan niatnya membalas dendam.

Dia kemudiannya dipaksa menyerahkan wilayah kemaharajaan Kara Kita (Xinjiang, Cina) kepada Mangu. Bermula dari situ kekuasaan Mangu menjadi bertambah luas. Sebenarnya serangan terhadap Baghdad tidak pernah difikirkan oleh Mangu, kerana di samping tentera Abbasiyah masih dianggap kuat dan berbahaya, beberapa ulama yang menjadi penasihat penguasa Monggol dapat meyakinkan bahawa serangan itu akan mengundang bahawa kepada Mongul. Menurut para ulama, Khalifah al-Mu’tasim ialah pemimpin kaum muslimin dan barang siapa yang menderhaka kepadanya pasti akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan.

Serangan terhadap Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu memusnahkan istana benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Assasin, iaitu cabang dari Isma’iliyah (Syi’ah Imam Tujuh). Orang-orang Assasin sangat berbahaya karena sering merompak dan membunuh para saudagar, termasuk saudagar Monggol. Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga mendapat pesanan khusus dari isterinya Dokuz Khatun yang beragama Kristian.

Dokuz Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin pasukan perang salib yang sedang berperang dengan tentara Islam yang sedang merebut Jerusalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan misionaris Kristian untuk menghancurkan kaum Muslim. Dia meminta kepada suaminya agar setelah menghancurkan benteng Alamut, yang membenteng sepanjang pegunungan di timur laut Iran dan Afghanistan, dengan segera selepas itu menaklukkan Iran dan Iraq.

Demikianlah, sebelum penaklukkan dan pembasmian pengikut Assasin di Alamut, Hulaghu dan ribuan tentaranya berangkat dari Transoxiana disebelah utara Samarkand dan Bukhara. Mula-mula ia menyerbu Merw, Rayya dan Nisyapur, kemudian Hamadan dan dari situ berpusing menuju dataran tinggi Marenda serta menghancurkan Istana Benteng Alamut dan membinasakan ribuan pengikut Assasin. Setelah itu pasukan Hulagu menyerbu Azerbaijan dan Armenia, yang dengan mudah dapat ditaklukkannya.

Gerakan selanjutnya ialah ke arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah beristirahat agak lama dan mengatur strategi perang; diantaranya mengirim pengintip, pada hari Minggu 4 Safar H (Februari 1258) pasukan Hulagu bergerak mendekati Baghdad. Walaupun perlawanan yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup sengit, namun tidak begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan menghancurkan mereka.

Catatan yang cukup menarik tentang kekalahan tentera kaum Muslimin Baghdad itu terdapat dalam buku Tarikh al-Islam (hlm. 206-207) karangan sejarawan terkenal abad ke-13M Muhyiddin al-Khayyat:

“Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul pergeseran yang dasyat antara pengikut Sunni dan Syi’ah, juga antara pengikut mazhab Syafi’I dan Hanafi. Pertumpahan darah sering terjadi dalam setiap pertikaian yang timbul diantara golongan-golongan yang saling bertentangan itu. Pada saat itu khalifah yang berkuasa ialah al-Mu’tasim, sedangkan wazirnya Muayyad al-Din al-Qami, seorang tokoh Syi’ah terkemuka. 

Amir Abu Bakar, putera khalifah, dan panglima Rukhnuddin al-Daudar sudah lama menaruh dendam kepada wazir al-Qami. Pada suatu hari Amir Abu Bakar memerintahkan tentera menghancurkan tempat tinggal puak Syi’ah. Peristiwa ini dirasakan oleh wazir sebagai pukulan yang hebat terhadap dirinya. Diam-diam dia berutusan dengan Hulagu dan mendorong panglima Monggol dari Transoxiana itu segera berangkat merebut ibukota Baghdad. Hulagu pun datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656H dan mengepung Baghdad. Dengan persetujuan khalifah, panglima al-Daudar membawa pasukan tentara Baghdad untuk mengusir tentera Monggol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan. Pasukannya kalah teruk dan dia sendiri terbunuh dengan kepala terpisah dari badan. 

Sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebahagian lagi melarikan diri ke Syiria. Setelah itu wazir al-Qami menemui Hulagu atas persetujuan Khalifah al-Mu’tasim. Rundingan dilakukan antara kedua – dua pihak. Wazir dan pengiringnya pulang ke dalam kota, dan setelah terjadi kekecohan diapun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati Tuan sebagai khalifah, seperti mereka mengakui Sultan Konya. Bahkan ia hendak mengawinkan seorang puterinya dengan putera Tuanku, Amir Abu Bakar !”

Muhyiddin al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa khalifah al-Mu’tasim disertai seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga mereka, berjumlah 3000 orang keluar dari istana menemui Hulagu. Pada mulanya mereka disambut dengan ramah, tetapi tidak lama kemudian mereka habis dibunuh. Wazir al-Qami dan keluarganya diperlakukan dengan cara lebih bengis. Sebelum dibunuh wazir al-Qami dihina Hulagu, “Kamu sepatutnya mendapat hukuman yang lebih berat kerana melakukan khianat kepada orang yang telah memberimu kedudukan istimewa.”

Selama 40 hari pasukan Hulagu membunuh, merampas, memperkosa wanita dan membakar apa saja dihadapan mereka. Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bayi yang berada dalam dukungan dibunuh bersama ibu mereka. Wanita hamil ditusuk perutnya. Mulai saat itu kedaulatan dan kekuasaan Monggol dinobatkan atau Bani Ilkhan berdiri kukuh di Persia (iran dan Iraq). Hulagu Khan dinobatkan sebagai khan dan memilih Tabriz sebagai ibukota kemaharajaannya. Hanya Mesir dan Syiria yang tidak dapat ditaklukkan kerana kuatnya pasukan kaum muslimin di situ.

Monggol Memeluk Islam

Dalam perjalanan sejarah suatu bangsa sering terjadi sesuatu yang pelik dan tidak pernah terbayangkan. Orang Monggol yang dahulunya merupakan musuh dan seteru sengit orang Islam, pada akhirnya tunduk kepada kepercayaan penduduk negeri-negeri yang mereka takluki. Tidak lama setelah jatuhnya kota Baghdad itu telah banyak bangsawan dan pemimpin Monggol secara diam-diam memeluk Islam.

Pada awal abad ke-14 , tidak sampai seratus tahun permusuhan Monggol dengan umat Islam, sebagian besar orang Monggol yang berada di negeri-negeri kaum muslimin telah mula masuk ke dalam agama Islam dan kebudayaan masyarakatnya. Namun demikian, semua itu berjalan dalam proses yang berliku- liku. Sebelum berbondong-bondong memeluk Islam mereka telah menjadi penganut Syamanisme dan Budhisme yang fanatik. Usaha misionaris Kristian untuk mengkristiankan mereka bahkan hampir berhasil lebih dari dua tiga kali. Beberapa pemimpin Monggol bahkan telah menjalin kerjasama dan konspirasi dengan saja-raja Eropah dan pemimpin perang pasukan Salib mereka di tanah suci Jerusalem. Di antara bentuk-bentuk konspirasi itu ialah bersama-sama membantai dan menghancurkan negeri Islam.

Di antara pemimpin Monggol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1266 ), cucu Jengis Khan dari puteranya Juchi Khan, yang menguasai Eropah timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut. Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tenteranya untuk membantu sultan Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Monggol yang bermukim di wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak).

Adapun keturunan Hulagu Khan sendiri menempuh jalan berliku sebelum memeluk Islam. Ulama-ulama Islam tidak hanya bersaing dengan misionaris Kristian, tetapi bersaing juga dengan sesama mereka, iaitu ulama mazhab Syafi’I dengan Hanafi dan ulama Syi’ah. Pada mulanya usaha misionaris Kristian hampir berhasil. Pengganti Hulagu Khan , iaitu Abagha (1265-1282) memeluk Kristian hasil pujukan ibunya Dokuz Khatun. Ramai pendeta Kristian tinggal didalam istananya, diantaranya sebagai penasihat politik. Pada tahun 1274, Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia sering berutus surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan raja Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia. Tadugar (1281-1284), putera Abagha yang menggantikan bapanya yang sejak kecil telah memeluk agama Kristian telah memeluk Islam apabila dewasa.

Dia menyebut dirinya sebagai Sultan Muhammad Tagudar Khan. Namun karena tindakannya memberi peluang terlalu besar bagi perkembangan Islam, dia diadukan oleh tokoh masyarakat Monggol kepada Kublai Khan di Khanbalik, Cina. Perebutan kekuasaan segera terjadi di bawah pimpinan Arghun, saudara kandung Tagudar. Dalam peristiwa itu Tagudar mati terbunuh. Setelah menaiki tahkta, Arghun (1284-1290 ) segera menyingkirkan pembesar-pembesar Islam dari kedudukan penting mereka. Mereka digantikan oleh pembesar beragama Budha dan Kristian. Pengganti Arghun, iaitu Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun pada masa pemerintahan Baidu inilah terjadi peristiwa paling bersejarah. Puteranya yang menggantikan dia, Ghazan Khan (1295-1302), walaupun sejak kecil dididik sebagai penganut Budhis yang fanatik, ketika menaiki tahkta menyatakan memeluk Islam.

Peristiwa tersebut merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan lahir pada tanggal 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahkta belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat menjadi gabenor Khurasan. Pendamping dan penasihatnya ialah Amir Nawruz, putera Arghun Agha yang telah memerintah selama 39 tahun di Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan dan penggantinya. Amir Nawruz merupakan pembesar Monggol awal yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usaha dialah, Ghazan Khan memeluk agama Islam.

Ajakan memeluk Islam itu berawal ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya, Baidu. Amir Nawruz berkata, “Tuanku! Berjanjilah, apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda mesti memeluk agama Islam!” Atas petunjuk dan nasihat Amir Nawruz itulah Ghazan Khan berhasil mengalahkan Baidu dan naik tahta pada tanggal 19 Juni 1295 (4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi hari itu juga. Bersama 10,000 orang Monggol lain, termasuk sejumlah pembesar dan jeneral dia mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putera tabib terkemuka al-Hamawi.

Setelah empat bulan memerintah, Sultan Ghazan memerintahkan tenteranya menghancurkan kuil Budha, gereja dan sinagor di seluruh kota Tabriz. Di atasnya kemudian dibangun kembali masjid dan madrasah, kerana di tempat yang sama itulah dahulu Hulagu menghancurkan puluhan madrasah dan masjid yang megah. Denman berbuat demikian dia telah menebus dosa leluhurnya kepada kaum muslimin. Menurut Edward G. Browne (Literary History of Persia), Vol. II, 1956), dalam sejarah Persia Sultan Ghazan merupakan raja Monggol pertama yang mencetak wang dinar dengan inskripsi Islam. Syariat Islam kemudian kembali ditegakkan dan undang-undang kerajaan diganti dengan undang-undang baru yang bernafas Islam. Pada bulan November 1297 amir-amir Monggol mulai memakai jubah dan serban ala Persia, dan membuang pakaian adat nenek moyangnya. Walaupun perubahan itu menyebabkan banyak orang Monggol yang masih beragama Budha tidak puas, dan terus menerus menyebarkan benih – benih kebencian dan meletuskan sejumlah pemberontakan, namun pemerintahan Ghazan secara relatif adalah aman dan mantap. Reformasi lain yang dia lakukan ialah pengurangan kadar pajak dan penyusutan jumlah pelacuran dan lokasinya diseluruh negeri.

Sultan Ghazan wafat pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32 tahun disebabkan konspirasi politik yang bertujuan mengangkat Alafrank, putera saudara sepupunya Gaykhatu, sebagai raja Monggol beragama Budha. Kematiannya ditangisi seluruh Persia. Dia bukan hanya seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi juga pelindung ilmu dan sastera. Dia menyukai seni, khususnya arkitektur dan ilmu alam. Dia mempelajari astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi, dan botani. Dia menguasai bahasa Persia, Arab, Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan Latin. Penggantinya, Uljaytu Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Monggol yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti Uljaytu. Di bawah pemerintahan Abu Sa’id inilah orang Monggol Persia menjadi pembela gigih Islam serta pelindung utama kebudayaan Islam. Dakwah-Info

1 comment: