Tak ada nilainya usaha seorang pencari ilmu, jikalau ilmu yang dipelajari dan diamalkannya tidak mampu membuka hijab antara dirinya dengan Allah Azza Wa Jalla.
Berdasarkan sumber atau cara mendapatkannya, maka ilmu dalam kitab Ar-Risalatul Laduniyyah karya Imam Al-Ghazali, terbagi dalam dua pengertian, iaitu: Al-Ulum Al Maktasabah dan Al-Ulum Al Ghaibi Laduni.
Pada pengertian pertama, ilmu diperoleh dengan cara membaca, menulis, serta melakukan pengkajian terhadap suatu hal.
Pada pengertian kedua, ilmu diperoleh atas kehendak Allah Azza Wa Jalla, yang berkenan menyimpan suatu ilmu atau pengetahuan dalam hati setiap manusia yang dikehendaki-Nya.
Darjat ketinggian ilmu dalam pengertian Al-Ulum Al Maktasabah tergantung pada sekuat apa usaha lahiriah seorang pencari ilmu dalam membaca, menulis dan mengkaji berbagai fenomena dalam kehidupan. Mengenai perkara ikhtiar mencari ilmu,
Rasulullah SAW bersabda bahwasanya:.Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim. Dalam hadits lainnya yang termasyhur, beliau telah menganjurkan untuk menuntut ilmu :"walaupun harus sampai ke negeri Cina"
Parameter ketinggian ilmu dari konsep Al-Ulum Al Ghaibi Laduni, ditentukan oleh optima usaha lahiriah dalam pengertian sebelumnya, serta seberapa kuat seseorang mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang ia miliki.
Dengan pengamalan ilmu, maka seorang manusia tidak akan mengalami kesenjangan antara apa yang diketahuinya dengan apa yang telah dilakukannya. Diharapkan, melalui proses tersebut seorang manusia mendapatkan hakikat dan hikmah yang insya Allah tak ternilai harganya.
Buah dari Al-Ulum Al Maktasabah adalah pengetahuan mengenai kebenaran dan kebathilan, sehingga seorang alim dapat membedakan mana sesuatu yang haq dan mana sesuatu yang batil. Kebiasaan seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, akan membawa dirinya ke arah pencerahan dan pembebasan dari segala hal yang bersifat mudarat dan mengandung kemaksiatan.
Semakin kerap seorang alim mengamalkan pengetahuannya yang haq, semakin banyak ia memperoleh hikmah dari pengetahuannya.
Melalui mutiara-mutiara hikmah itulah, Allah Azza Wa Jalla mengkurniakan ilmu laduniyyah, sehingga seorang alim itu mampu menyingkapkan rahsia keutamaan yang terkandung dalam pengamalan ibadah-ibadah syariat.
Peristiwa mukasyafah, iaitu tersingkapnya hakikat dari amalan-amalan syariat, orang alim itu menerima anugerah pada makam IHSAN.
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa makam ihsan itu adalah "kamu beribadah kepada Allah, seakan-akan kamu dapat melihatnya. Dan jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya kamu dapat merasakan bahwasanya Allah melihatmu"
Dua pengertian dari kitab yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali tersebut, tidak bermaksud untuk menilai pengertian mana yang paling tinggi diantara dua klasifikasi tersebut. Dengan dua pengertian tersebut, seorang alim diharapkan mampu mengenali tahap-tahap apa yang harus ditempuh dalam menjalani proses keilmuan.
Jika pengertian pertama berfokus pada proses dan prosedur, maka Pengertian kedua bertolak pada hasil aktivitas keilmuan. Keduanya berhubungan secara selari, sebab kelemahan bermaktasabah merintangi jalan kita ke pengetahuan sejati laduniyyah.
"Ilmu" sendiri pada hakikatnya adalah perlengkapan (alat) menuju Allah SWT. Apapun usaha yang kita lakukan namun tidak diniatkan untuk semakin mengenal kekuasaan-Nya, sesungguhnya akan berakhir pada kesia-siaan.
Begitupun dengan ilmu. Tak ada nilainya usaha seorang pencari ilmu, jikalau ilmu yang dipelajari dan diamalkannya tidak mampu membuka hijab antara dirinya dengan Allah Azza Wa Jalla.
KITAB AL RISALATUL LADUNIYYAH
TEORI ILMU TASAWWUF (IMAM AL GHAZALI) Ilmu Terus Dari Allah (Laduni).
Pembicaraan tentang teori ilmu, konsep ilmu dan posisi ilmu tasauf serta pendekatan kajian yang telah diutarakan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali.
Tulisan ini hanya serkadar menulis kembali huraian dari Kitab "Al-RISAALATULIDUNIYAH" yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (tulisan jawi) oleh Abdullah bin Muhammad (Naqula) dan diberikan judulnya sebagai "ILMU TERUS DARI ALLAH".
Pengertian Ilmu yang digunakan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali dalam sebuah kitabnya yang bernama Al-Risalatul-liduniyyah adalah seperti berikut:
AL-ULUM AL-MAKTASABAH yang berarti ilmu-ilmu yang diperoleh dengan mencurahkan usaha seperti belajar dan meneliti. Dengan kata lainnya adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dengan senang (Al-Ulum Al-Dhoruriyah) maksudnya ilmu-ilmu yang diperoleh dengan mudah hanya melalui salah satu dari anggota-anggota indera seperti rasa manis melalui lidah, mendengar suara melalui telinga dan lain-lainnya .
Ilmu GHAIBI laduni atau lebih mudahnya disebut sebagai ilmu laduni yang berarti secara hurfinya 'ILMU KESISIAN' iaitu ilmu disisi Tuhan. Sama dengan ILMU ALLAH atau ILMU TUHAN.
Beberapa ahli ilmuan Islam memberikan atau menggunakan berbagai istilah lain yang sama artinya dengan ilmu laduni ini dalam usaha mereka untuk mengajukan pendekatan ilmu masing-masing. Antaranya adalah sebagai berikut:
Ilmu Batin
Ilmu Qalbi
Ilmu Mukasafah
Ilmu Asyrar
Ilmu Maknun
Ilmu Hakikat
Ilmu Makrifat
Ilmu Tasauf
Telah berlaku sebelum ini, banyak ulama-ulama atau ilmuwan zahir terkelincir karena mereka membantah dan menafikan kewujudan ilmu laduni ini. Kita lihat bagaimana satu catatan hal tersebut yang dikemukakan oleh Imam Ghazali yang mengatakan: "Seorang dari teman-kawanku telah menceritakan kepadaku tentang seorang alim yang mengingkari ILMU GHAIBI laduni yang menjadi pegangan para pemimpin tasauf dan fokus anggota tarikat yang berpendapat bahwa ilmu laduni adalah lebih teguh dan lebih tepat dari ilmu-ilmu yang diperoleh dengan usaha belajar.
Kawanku juga mengatakan bahwa orang alim itu berkata bahwa "aku fikir tidak ada seorang pun dalam dunia ini yang mampu menyebutkan ilmu yang sebenarnya dengan fikiran semata tanpa belajar dan tanpa usaha-usaha untuk mendapatkannya".
Aku (Ghazali) berkata seolah-olah orang itu tidak tahu tentang cara-cara untuk mendapatkan ilmu dan tidak tahu pula kerja 'JIWA INSANI', KEMURNIAANNYA DAN CARA-CARA PENERIMAAN DARI ALAM GHAIB DAN ILMU alam malakut. ".
Sesungguhnya mereka yang hanya menganggap ilmu kalam seperti fikih, tafsir dan sebagainya sebagai satu-satunya ilmu yang boleh diperoleh oleh manusia adalah merupakan mereka yang telah menyimpang dari metode hakikat karena Al-Salmi (Abdul Rahman Muhammad bin Al-Husain bin Musa Al-Azdi Al -Salmi seorang ahli tasawuf, ahli sejarah, ahli hadis dan hadis tafsir yang telah menulis sebuah kitab tafsir yang bernama 'Aqa'ik Al-Tafsir / Wafat tahun 1021 = 412 Hijrah) telah mengumpulkan sesuatu dalam tafsirnya yang diambil dari kata-kata orang- orang muhaqiqin, sedangkan kata-kata itu tidak tersebut dalam semua kitab tafsir yang ada. Kata alGhazali lagi.
Ahli tafsir tepi jalan ini seolah-olah tidak tahu:
Bahagian-bahagian ilmu
Rincian-rinciannya
Tingkat-tingkatnya
Pernyataan-pernyataan dan
Batin Batiniah
Memang sudah menjadi adat bahwa orang-orang yang jahil dalam sesuatu akan mengingkari sesuatu itu dan orang tersebut tidak pernah merasakan MINUMAN HAKIKAT dan tidak mengetahui tentang Ilmu Laduni. Definisi Ilmu Dan Kegunaannya
Ketahuilah bahwa ILMU (Pengetahuan) adalah konsep (tasawwur) jiwa berakal yang tenang (Al-Nafsunathakhatul Mutmainnah) terhadap hakikat-hakikat sesuatu (hakho-ikul-asyaai) dan ternyata (suuraha) yang bersih dari benda-benda dengan 'ainnya ( a'yaanaha), kualitinya (kaifayaataha), kuantiti (kamayaataha), jauhar-jauharnya (jawaaharoha), dan zat-zatnya (zawaataha), kalau ia adalah tunggal (mufrad).A'LIM adalah orang yang mengetahui adalah orang yang meliputi, mencapai, lagi memiliki konsep; sedangkan "ma'lum" (apa yang diketahui) adalah zat sesuatu yang terukir ilmunya pada jiwa.
Kemuliaan ilmu itu menurut ukuran kemuliaan informasi dan makam seseorang alim itu adalah menurut tingkatan ilmunya. Tidak ragu-ragu lagu bahwa di antara informasi yang paling utama, paling tinggi, paling mulia dan paling besar adalah "Allah Pencipta", Al-Haq yang tunggal, ilmu yang berhubungan dengannya.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling utama, paling besar dan paling sempurna. Ilmu ini adalah sesuatu kepastian. WAJIB mengetahuinya pada sekalian yang berakal sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang berarti :"Menuntut ilmu adalah fardhu atas setiap orang Islam".
Dan beliau Rasulullah saw menyuruh menemukan ilmu ini dengan sabdanya yang artinya "Carilah ilmu meskipun hingga ke Negeri China". Orang-orang yang memiliki ilmu Tauhid ini adalah yang paling utama di antara ulama-ulama lain.
Sebab inilah Allah Taala menyebut mereka ini secara khusus pada tingkatan yang tertinggi sebagaimana firmannya yang artinya:"Allah telah terangkan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia yang berdiri dengan keadilan dan disaksikan oleh malaikat dan orang berilmu." (Surah Al-Imran, ayat 18).
Kerana itu ulama-ulama ilmu tauhid umumnya adalah Nabi-nabi, setelah mereka barulah ulama-ulamayang menjadi ahli waris Nabi-nabi. Ilmu Tauhid ini meskipun mulia dan sempurna pada dirinya, ia tidak menolak lain-lain ilmu, malah ia tidak akan ada tanpa bahan-bahan yang banyak dan bahan-bahan ini tidak kan teratur jika tidak dari bantuan berbagai ilmu seperti ilmu-ilmu langit dan falak (astronomi dan kosmologi) dan ilmu seluruh ciptaan.
Dari Ilmu Tauhid lahir pula ilmu-ilmu lain seperti yang akan kami sebutkan bahagian-bahagiannya pada tempat-tempatnya. Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri adalah mulia tanpa memandang aspek maklum, sampai ilmu sihir adalah mulia pada dirinya meskipun palsu.
Ini adalah karena ilmu lawanya bodoh dan jahil dari kelaziman-kelaziman kegelapan. Kegelapan termasuk dalam lingkungan diam dan diam itu hampir dengan tidak ada. Kepalsuan dan kesesatan termasuk dalam bagian ini. Jadi kejahilan itu hukumnya adalah hukum tidak ada, sedangkan ilmu hukumnya adalah hukum ada dan ada itu lebih baik daripada tidak ada.
Hidayah kebenaran dan cahaya semuanya termasuk dalam lingkungan ada. Bila ada lebih tinggi dari tidak ada maka tentulah ilmu lebih tinggi dari kebodohan, kerana kebodohan serupa dengan kebutaan dan kegelapan, sedangkan ilmu serupa dengan penglihatan dan cahaya.
Tidaklah sama orang buta dengan orang yang MELIHAT, juga tidaklah sama gelap dengan cahaya. Allah Taala telah menjelaskan tentang ini dengan firmannya yang berarti; "Katakankanlah (hai Muhammad) apakah sama mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu?". (Surat Az-Zumar ayat 9).
Berdasarkan perbandingan di atas dapatlah pula dikatakan bahwa KEJAHILAN adalah dari kelaziman-kelaziman massa, sedangkan ILMU adalah dari sifat-sifat JIWA.
Jadi JIWA LEBIH MULIA dari massa. Ilmu terbagi menjadi beberapa bahagian yang banyak, sedangkan seorang alim memiliki berbagai cara untuk mendapatkan ilmu itu. Yang perlu untuk Anda sekarang setelah mengetahui keutamaan ilmu adalah mengetahui bahwa JIWA adalah LUH SEGALA ILMU DAN TEMPATNYA.
Massa bukanlah sesuai untuk menjadi tempat ilmu karena massa adalah terbatas dan tidak dapat dimuati oleh banyak ilmu, malah ia hanya dapat menanggung ukiran-ukiran dan gurisan-gurisan saja, sedangkan JIWA MENERIMA ILMU TANPA SEMPIT, SESAK, JEMU DAN HILANG.